Sunday, April 22, 2012

Berkemah di Scheldeoord Baarland, Midden-Zeeland Belanda


Di Belanda bulan Mei adalah bulan yang menyenangkan untuk berlibur.  Kalender pada bulan ini banyak dihiasi tanggal merah, berkaitan dengan perayaan Paskah. Untuk keluarga yang masih memiliki anak usia sekolah, inilah waktunya mengajak anak-anak berlibur keluar kota karena tanggal merah biasanya pas dengan hari Kamis, Jumat dan Senin. Karena udara sudah mulai hangat dan sudah jarang hujan, maka berlibur sambil berkemah bisa menjadi pilihan.
Kavling untuk tenda yang cukup luas
Libur sambil berkemah waktu itu kami lakukan ke daerah Midden-Zeeland, yaitu di sebelah Barat Daya Belanda, tepatnya di Provinsi Zeeland. Lokasi perkemahan atau camping ground yang dipilih adalah Scheldeoord Camping Ground di Baarland. Berada di ujung selatan semenanjung Zeeews, daerah ini adalah surga untuk pesepeda dan pejalan kaki di alam.   

Dikelilingi dykes atau bendungan di sepanjang pantainya, area perkemahan ini relatif jauh dari keramaian.Kami berkemah di tenda yang disewakan oleh Vacansoleil Camping Holiday, yaitu perusahaan  yang menyewakan deluxe tent dan mobile homes bagi para pengunjung.  Tentu saja reservasi tenda atau mobile homes di tempat-tempat liburan ini harus dilakukan jauh sebelum D-day, rata-rata sekitar 3 bulan.  Bila memiliki tenda sendiri, kita hanya perlu menyewa tempat mendirikan tendanya saja, dan ini relatif lebih leluasa, jadi tidak perlu reservasi jauh-jauh hari. Pada acara liburan ini, kami tidak ingin direpotkan dengan segala perlengkapan masak atau tidur, sehingga kami putuskan untuk menyewa deluxe tent dari Vacansoleil ini. 
Bagian dalam tenda yang lengkap
Sekat untuk ruang tidur
 Setelah jalan-jalan makan siang di Antwerpen, Belgia, kami melaju ke arah Baarland. Sewaktu mendekati area perkemahan Scheldeoord, sedikit agak khawatir karena ternyata daerah sekitar perkemahan ini benar-benar sepi menjelang senja jam 19.00. Dimana-mana ladang atau tanah kosong dan jalan yang kami lalui kecil serta sepi. Pada jam itu hampir tak ada mobil yang berpapasan. Kami mencek berkali-kali GPS dan peta yang sudah ditandai dengan lokasi perkemahan, untuk memastikan tidak salah arah. Akhirnya sekitar jam 19.30 kami baru mendekati sekelompok bangunan dan area yang dipenuhi mobile homes serta tenda-tenda. 
Semua sesuai dengan pengharapan karena gambar tentang tenda ini sudah kami ketahui dari website Vacansoleil. Hal yang kami tidak perkirakan adalah udara di bulan Mei pada malam hari ternyata masih sangat dingin untuk tenda yang tanpa pemanasan. Kami mencoba meminjam selimut karena perangkat tidur yang disediakan tidak termasuk selimut, hanya sprei dan sarung bantal saja. Sayangnya selimut sudah habis, dan kami tidak membawa kain apapun yang cukup tebal. 
Oh ya, tenda yang kami sewa ini berukuran sekitar 3x4meter. Di dalamnya terdapat sekat untuk 2 kamar tidur dan ruang serbaguna. Kamar tidur dilengkapi tempat tidur besi bermatras  ukuran double untuk 2 orang, dan 3  tempat tidur single.Di ruang serba guna ada perangkat memasak dan kulkas, juga meja makan dan meja kecil serta beberapa kursi plastik. Jadi untuk berkemah disini, tidak perlu repot dengan segala peralatan, tinggal bawa saja bahan makanan untuk dimasak. 
 
Dalam satu area, biasanya terdapat sekitar 4-6 tenda, dan mobil harus diparkir di tempat parkir tidak di dekat tenda, kecuali sewaktu bongkar muat barang. Fasilitas cuci-mandi-kakus disediakan di banyak tempat, sehingga hampir tidak pernah ada antrian. Fasilitas bersama ini benar-benar bersih dan terang. Dengan menggunakan token yang diberikan sewaktu check ini, kita bisa menggunakan kamar mandi yang lengkap dengan shower berair hangat. Juga disediakan fasilitas untuk mencuci alat-alat masak di lokasi ini.
Menaiki tangga menuju pantai
Pantai luas dibalik dykes
Sewaktu malam, daerah perkemahan cukup terang dengan lampu-lampu sehingga tidak perlu khawatir untuk pergi ke fasilitas umum ini dimalam hari. Fasilitas olahraga juga cukup lengkap. Ada kolam renang indoor dan outdoor yang dilengkapi seluncuran (water slide) yang cukup tinggi. Lapangan tenis dan meja pingpong juga disediakan, selain tempat fitness. Memang camping ground ini dikategorikan sebagai camping ground bintang 5, karena fasilitasnya yang lengkap. 

Setelah memasak sekedarnya di dalam tenda, kami menikmati makan malam di luar tenda sambil melihat pemandangan sekitarnya yang kadang-kadang diisi teriakan anak-anak yang berlarian. Menjelang malam, kami mulai kedinginan walau pintu tenda ditutup rapat. Semua baju hangat  yang ada dipakai, termasuk handuk dan sprei ekstra yang kami miliki. Rasanya malam panjang sekali sebelum akhirnya kami mulai mendengar banyak kicauan burung di pepohonan di belakang tenda. Dengan mulai munculnya matahari, udara dingin pun segera pergi.

Kami mulai aktivitas pagi sekitar jam 7 an dengan  berkeliling sekitar camping ground, di saat orang lain masih lelap di tempat tidurnya. Tidak jauh dari areal camping ground, dengan menaiki tangga melintas dykes (bendungan), terbentang lah pantai luas yang sepi dan masih alami. Pagi itu pantai yang berpasir putih dan tumpukan batu pemecah ombak hanya diisi burung dan tanaman liar berbunga indah. Jalan kecil untuk pejalan kaki atau pesepeda sepanjang pantai, tampak panjang dan kosong.
Pinggir pantai dan jalan sepeda

Bunga liar di pantai Baarland
Hampir di seluruh pantai di Belanda, pinggiran pantai selalu dihalangi bendungan yang tinggi dan lebar, seperti bukit. Ini adalah hasil karya manusia untuk mencegah masuknya air laut ke daratan yang lebih rendah.  Kadang-kadang di dykes yang lebar ini juga didirikan bangunan/rumah seperti yang ada di Volendaam yang terkenal itu. Setelah menikmati pantai sepi yang indah, kami segera menuju kolam renang luar yang sudah dibuka. 

Ternyata udara jam 10 pagi masih terlalu dingin untuk menyentuh air, sehingga kami  hanya menikmatinya sebentar saja. Pengunjung camping ground ini juga bisa menyewa sepeda dan berkeliling ke kampung-kampung di dekat camping ground. Tapi hari itu kami tidak bersepeda dulu karena akan berwisata ke kota Middelburg, Vlissingen dan Veere yang cantik.  Jarak ke kota-kota tersebut tidak begitu jauh, hanya sekitar 40 km dari camping ground. 

Pantai penahan ombak
 Menjelang senja kami kembali ke perkemahan dan segera menyiapkan panggangan karena akan barbeque untuk makan malam. Suasana perkemahan lebih ramai karena hampir semua penghuni tenda sudah kembali dari perjalanan dan sama-sama mempersiapkan makan malam. Beginilah rata-rata orang Belanda menikmati hari liburnya. Berlibur ke alam dengan keluarga, dimana anak-anak dapat bermain di tempat bermain yang beraneka ragam permainannya dan orang tua bisa rileks membaca buku atau mengobrol bersama-sama teman.  Bila anak-anaknya lebih besar lagi, biasanya sepeda dibawa serta sehingga bisa sepuasnya bersepeda di sepanjang pantai atau padang rumput yang luas. 

Website Vacansoleil Scheldeoord:
http://www.vacansoleil.co.uk/camping/info/the-netherlands-zeeland-southwest/baarland/campsite-scheldeoord/VGB/5/2605002/

Wednesday, April 18, 2012

Jalan-jalan ke Giethoorn, Venisia di Belanda


Giethoorn di dekat kota Zwolle
Suatu hari yang cerah di bulan Juli, kami berjalan-jalan ke Giethoorn, suatu kampung kecil di sebelah utara kota Zwolle. Giethoorn terletak sekitar 110 km di timur laut Amsterdam, berada di provinsi Overijssel.  Dari Delft kami mengendarai mobil melewati jalan bebas hambatan A4 sampai Amsterdam dan disambung dengan A6 menuju Lelystad di utaranya. Sekitar 30 km lagi dari Lelystad dengan menggunakan jalan yang lebih kecil dan sepi ke arah timur laut sampailah kami ke tempat tujuan.
Semakin ke utara dari Amsterdam, pemandangan sepanjang jalan memang agak membosankan, karena datar dan hanya diisi padang rumput atau sesekali kincir angin yang berukuran besar. 
Danau kecil di Giethoorn
Giethoorn adalah sebuah kampung kecil yang bisa dikatakan sebagai kampung bebas kendaraan beroda. Dikenal sebagai “Venice of the North” atau “Venice of the Netherlands”, memang cukup beralasan karena hampir seluruh kampung tersebut dikelilingi kanal. Kendaraan beroda hanya berakhir di ujung kampung, dimana orang bisa memarkir kendaraan dengan leluasa di tempat parkir yang luas.  Untuk ke dalam dan berjalan mengelilingi kampung yang indah tersebut orang menggunakan perahu listrik yang disebut “punters” atau perahu berbisik karena suaranya yang halus membelah air di kanal-kanal.
Berperahu di bawah jembatan kayu
Ada sekitar 7.5 km panjang kanal di kampung kecil itu. Terdapat 50 jembatan kayu melintas kanal yang kedalamannya hanya kira-kira 1 meter saja. Kampung ini didirikan sekitar tahun 1230 oleh pelarian dari daerah Mediterania yang menetap disini. Mereka menemukan banyak serakan tanduk kambing liar yang mungkin punah karena banjir besar sekitar tahun 1170, sehingga kemudian mereka menyebut daerah ini sebagai Geytenhorn (horn of goat atau tanduk kambing), yang kemudian berubah sebutannya menjadi Giethoorn.
Kanal yang dangkal ini hanya cukup untuk lalu lalang perahu kecil “punters”. Rumah-rumah yang dibangun di sekitar kanal ini dihubungkan satu sama lain dengan jalan setapak dan jembatan kayu atau dengan menggunakan perahu untuk melintasi kanal. Hampir semua rumah tua yang ada di Giethoorn ini beratapkan daun semacam ilalang yang tebal dan dipotong dengan rapi.  Berbeda dengan atap ilalang di Indonesia yang tipis, di negeri ini tebal atap hampir sekitar 30 cm. Kampung Giethoorn ini dihuni oleh sekitar 3000 orang, hampir semua tinggal di lahan seperti pulau karena dikelilingi air.

Rumah-rumah beratapkan daun ilalang
 Selama musim panas, turis banyak berkunjung ke daerah ini untuk berperahu berkeliling danau dan kanal menikmati pemandangan asri. Perahu-perahu disewakan per jam, dan dengan mengendarai sendiri, perahu itu bebas kita pakai sesuai perjanjian. Dengan dibekali peta ala kadarnya tentang danau dan kanal yang ada di Giethoorn ini oleh pemilik perahu, kita bisa berkeliling dengan bebas. Seperti halnya jalan mobil, di setiap kanal ini juga terdapat tanda lalu lintas, untuk mengatur arah perahu supaya tidak bertabrakan karena kanal yang tidak  begitu lebar.

Rumah yang menjadi Galeri kerang
 Kelihatannya, tempat ini cukup popular bagi kalangan orang Belanda sendiri, terutama yang sudah berusia agak lanjut. Rumah-rumah tua dengan gaya arsitektur yang cantik itu berubah fungsi menjadi restoran, museum atau penginapan yang cantik.  Melihat kebersihan dan kerapiannya seperti kota buatan yang sering dibangun di zaman sekarang untuk lokasi resor, tapi ini adalah benar-benar kampung atau pemukiman tua.
 Bagaimana turis manca negara berkunjung ke tempat ini? Tidak terlalu sukar, karena bila mengklik website objek wisata di Belanda, dapat ditemukan penawaran paket wisata one-day tour ke  Giethoorn yang dimulai dari kota Amsterdam.  Kalau ingin mengendarai mobil sendiri, maka rute yang harus dilalui dari Amsterdam adalah: Almere – Lelystad – Emmeloord melalui jalan bebas hambatan A6. Kemudian setelah keluar dari Emmeloord gunakan jalan N331 dan dilanjutkan dengan N333 ke arah Steenwijk. Sebelum memasuki Steenwijk  ambil jalan N334 ke Giethoorn. Akan lebih mudah bila menggunakan GPS dengan menuliskan tujuan perjalanan yaitu Giethoorn-Steeinwijkerland.
Restoran di pinggir kanal

Setelah cukup pegal berada dalam perahu kecil selama 1 jam, kami menikmati makan siang dan menghabiskan waktu dengan menapaki jalan setapak diantara rumah-rumah tua yang cantik. Bila ingin mengetahui suasana pemukiman orang Belanda masa lampau, memang Giethoorn lah tempatnya. Tidak ada gedung tinggi disini, gereja nya pun kecil saja dan berada tepat di depan kanal, tanpa ada jalan melintas di depannya. Semuanya asri dan tentram, waktu seperti tidak bergerak di tempat ini.  Tidak hanya di musim panas Giethoorn popular menjadi tujuan wisata, di musim dingin turis datang ke sini untuk ber ‘ice skating’ di kanal-kanal yang beku.

Website penting  untuk wisata ke Giethoorn:

Thursday, April 12, 2012

Perjalanan ke Wurzburg di Romantic Road Provinsi Bavaria

Kami mengunjungi Wurzburg dalam rangkaian perjalanan liburan panjang  selama delapan hari ke provinsi Bavaria di Jerman Selatan. Perjalanan dimulai dari kota Delft (Belanda) dengan tujuan akhir kota Innsbruck, Austria. Total perjalanan bolak-balik adalah sekitar 2100 km.
Dari Wurzburg ke Fussen
Persiapan untuk perjalanan ini sudah dilakukan berbulan-bulan sebelumnya, terutama untuk mereservasi hotel selama di perjalanan. Melalui internet semuanya dapat dilakukan dengan mudah. Mereservasi kamar hotel di lokasi wisata yang selalu padat selama musim panas memang sebaiknya dilakukan minimal 3 bulan sebelumnya. Bila reservasi dilakukan jauh sebelumnya, kita bisa leluasa memilih kamar hotel yang bagus dan sesuai dengan budget yang tersedia.
Target kami selama perjalanan sebetulnya adalah tinggal di rumah liburan atau apartment sehingga sekeluarga (berlima) bisa bersama-sama dan kalau memungkinkan bisa memasak sendiri. Ternyata akhirnya kami menginap di berbagai jenis tempat selama dalam perjalanan. Kami menikmati tinggal di rumah liburan yang dilengkapi dapur dan ruang tamu, di bed and breakfast ala Jerman yang homey, di chain hotel  yang cukup besar, serta tinggal di kabin kayu kecil di camping ground.
Rute perjalanan kami selama di Jerman adalah terutama mengunjungi kota-kota tua sepanjang Romantic road atau Romantische Strasse. Romantic Road menghubungkan beberapa kota/daerah di provinsi Bavaria yang kaya dengan peninggalan sejarah dan budaya serta alamnya yang indah. Pertama kali rute ini diresmikan pada tahun 1950 untuk meningkatkan pariwisata di Jerman setelah perang dunia kedua usai. Romantic Road berjarak sepanjang 217 mil (347 km) dimulai dari kota Wurzburg sampai ke kota Fussen.  Beberapa kota tua lain yang menarik untuk dikunjungi sepanjang Romantic road adalah Rothenburg ob der Tauber, Dinkelsbuhl, Augsburg, dan Wieskirche.
Daya tarik utama perjalanan melewati Romantic Road adalah kombinasi yang memikat antara alam, budaya, dan penduduknya.  Rute ini melintasi lanskap yang kaya budaya sepanjang sungai Main dan melewati wilayah perkebunan anggur Franconian sampai ke pegunungan Alps. Turis yang melewati jalan ini dapat mengunjungi berbagai kota kecil yang bersejarah dengan bangunan-bangunannya yang menarik dan masih terjaga keasliannya. 
Tiket 14 hari istana Bavaria
Nama Romantic Road mungkin untuk mengekspresikan perasaan para pengunjung setelah menikmati keindahan alam, kota-kota tua Jerman yang bersejarah, serta seni dan budayanya yang menarik.  Semua ini seakan mengajak turis merasa berada di masa abad pertengahan yang lalu.  Untuk turis seperti kami yang datang dari Belanda, negeri yang hampir seluruhnya datar, Romantic Road yang melewati bukit dan gunung memberikan pemandangan lain yang menarik.
Provinsi Bavaria di Jerman dikenal sebagai provinsi yang memiliki banyak istana dan tempat-tempat bersejarah seperti gereja atau benteng yang sekarang hampir semuanya dapat dikunjungi oleh wisatawan.  Pemerintah Bavaria, yang memiliki sebagian besar istana-istana, menyediakan karcis untuk para wisatawan mengunjungi 40 istana/tempat bersejarah di Bavaria. Karcis tersebut ada yang berlaku selama setahun atau 14 hari. Karcis terusan ini jauh lebih murah dibandingkan bila kita membeli karcis setiap masuk istana. Apalagi tersedia karcis terusan untuk keluarga, yaitu dua orang dewasa dengan tiga orang anak. Untuk perjalanan ini kami membeli karcis terusan keluarga yang berlaku selama 14 hari seharga 36 euro. Karcis dengan mudah dapat dibeli di istana/museum mana saja yang terdapat dalam daftar yang dikeluarkan oleh Departemen Istana Bavarian (Bavarian Palace Department).
Bed and breakfast di Weibersburn
Berangkat dari Delft jam 9 pagi, sekitar jam 4 sore kami sudah tiba di kota tujuan pertama Wurzburg. Kami menginap malam itu di Bed and Breakfast di pinggir kota Wurzburg, yaitu Weibersbrunn. Kami mendapat kamar besar dengan 3 bed yang sangat lapang untuk 3 anak dan orang tuanya. Selain kamar ada ruang makan dan dapur yang dapat kami pakai selama menginap disini. Senang sekali rasanya setelah hampir seharian duduk di dalam mobil, bisa bersantai dan makan malam seperti di rumah sendiri.
Bagian depan Residenz Wurzburg
Kota tua pertama yang kami kunjungi yaitu Wurzburg terletak di barat laut provinsi Bavaria. Wurzburg sebagai kota besar terdiri dari bagian kota tua (Altstadt), bagian kota modern, dan daerah industri.  Dipisahkan oleh pegunungan dari kota besar Frankfurt di bagian barat, kota ini terletak di persimpangan beberapa highway yaitu Autobahn 3, 7 dan 81, dan juga mudah dicapai dari kota lain seperti Stuttgart dan Regensburg. Umumnya turis dari luar Jerman  yang menggunakan pesawat terbang dapat berkunjung ke Wurzburg melalui bandara udara di Frankfurt atau Munich dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan mobil, kereta atau bis. 
Tidak jauh dari pusat kota tua Wurzburg, di dekat area parkir kota, terletak istana yang dikenal sebagai Residenz Wurzburg.  Didepan istana ini terdapat pelataran batu luas dengan kolam air mancur dan dikelilingi gedung gedung tua lainnya. Residenz  Wurzburg yang ditetapkan sebagai UNESCO-World Heritage, adalah tempat kediaman prince-bishop yang dibangun sekitar tahun 1720 sampai 1744. Istana ini dikenal sebagai istana bergaya baroque terbesar dan terindah di Jerman. Didirikan pada masa pemerintahan Prince-Bishop Lothar Franz dan Friedrich Carl von Schonborn. Istana ini dirancang dan didekorasi oleh tim international yang terdiri dari arsitek, pelukis maupun pematung terkenal masa itu.  Sebelum istana ini didirikan, Prince Bishop meninggali Istana Marienburg yang berlokasi di atas bukit seberang sungai Main.
Court Chapel di Residenze Wurzburg

Bagian yang paling terkenal dari Residenz  Wurzburg adalah tangga besar putih di ruang masuk utama yang berhiaskan patung dan lukisan langit-langit (fresco) karya pelukis Itali ternama, Venetian Tiepolo. Tangga dan lukisannya ini menurut cerita disebut sebagai lukisan langit-langit terbesar di dunia. Selain itu, Court Chapel (kapel raja) yang terletak di bagian depan istana ini, juga menarik untuk dikunjungi.  Karya arsitek Balthasar Neumann yang diselesaikan tahun 1743 ini memiliki dekorasi yang sangat artistik, dengan dinding lengkung penuh lukisan dan patung serta tiga kubah oval diatasnya.

Setelah perang dunia kedua, kota Wurzburg hancur pada saat pemboman tanggal 16 Maret 1945.  Interior Residenz Wurzburg mengalami kerusakan berat setelah perang, tapi kemudian segera direnovasi sehingga sekarang pengunjung dapat menikmati gedung tua ini dalam kondisi yang hampir kembali seperti kondisi semula sebelum dihancurkan oleh bom.
Bagian belakang Resiidenz Wurzburg
Hampir sebagian besar atap istana ini hancur karena pemboman. Untungnya atap diatas tangga utama ini utuh, sehingga lukisan di langit-langit yang besar ini bertahan dan keindahannya dapat dinikmati semua pengunjung. Sebagian besar furniture sudah hancur, sehingga diganti dengan furniture baru yang menyerupai model pada masa tersebut. Karena sebagai museum, fungsi ruangan di istana ini tidak sama lagi dengan fungsinya semula. Mungkin ini berbeda dengan istana Versailles, di dekat Paris, yang fungsi ruangannya tetap dijaga seperti apa adanya sewaktu dibangun.
Di bagian belakang istana terdapat taman luas yang indah dengan berbagai bunga dan patung-patung. Pada kunjungan ke istana ini bulan Juli, bunga-bunga di taman sedang bermekaran dengan indahnya dan udara terasa nyaman untuk berjalan-jalan di taman atau berfoto di dekat deretan pohon yang berbentuk seperti cone terbalik.
Tempat menarik lain di kota ini adalah Istana Marienburg, atau Marienburg Fortress, yaitu istana tempat Bishop sebelum pindah ke Residenz Wurzburg. Begitu masuk kota Wurzburg, bangunan ini sudah terlihat dikejauhan karena berada di puncak bukit dan tampak sebagai istana dengan benteng besar yang dikelilingi kebun anggur.
Alte Mainbrucke dengan patung Santo
Dengan menggunakan mobil, sebetulnya pengunjung bisa memparkir kendaraan di tempat parkir dibawah benteng  sehingga jarak tempuh ke atas bukit dengan berjalan kaki lebih dekat. Tapi kami memutuskan untuk parkir di tengah kota Wurzburg dan berjalan kaki ke arah Marienburg melewati jembatan tua yang dikenal sebagai Alte Mainbrucke. Jembatan tua yang didirikan pada tahun 1373 ini hanya digunakan untuk pejalan kaki dan menghubungkan jalan ke arah Marienburg fortress di atas bukit dengan jalan lain yang dipenuhi toko-toko atau restauran di seberang sungai. Diatas jembatan batu ini berjejer patung-patung berukuran besar yang sebagian besar adalah para orang suci (santo) yang dikenal di sekitar daerah bavaria dan raja-raja yang pernah berkuasa di Wurzburg.
Marienbrug fortress di atas bukit
Untuk mencapai istana di atas bukit, setelah menyeberang jembatan kami berjalan sekitar 20 menit, dengan kondisi jalan yang cukup terjal.
Pemandangan dari atas bukit sungguh menarik dan mengobati rasa lelah setelah berjalan di jalan yang terjal. Kota Wurzburg seluruhnya dapat terlihat dari Marienburg Fortress.
kota Wurzburg dari Marienbrug Fortress
Benteng atau istana ini seperti sebuah kota kecil sendiri di atas bukit. Daerahnya memang luas, selain gedung-gedung dengan jalan berbatu, dibagian belakang terdapat kebun anggur yang meluas sampai ke sekeliling tebing istana.
Gedung-gedung di dalam Marienbrug Fortress
Hampir seluruh bangunan di atas bukit ini dapat dikunjungi turis. Disana terdapat dua museum besar yaitu museum Main-Franconian dan museum Fürstenbau. Di museum pertama, dapat dilihat karya pematung terkenal dari perioda Gothic, Tilman Riemenschneider,  selain berbagai koleksi dari seniman seniman periode Baroque dan Rococo.
Di museum Fürstenbau, pengunjung dapat melihat dokumentasi sejarah kota Wurzburg dari abad ke-8 sampai abad ke-20.  Interior di Marienburg terlihat lebih sederhana dibandingkan dengan interior di Residenz  Wurzburg
Bagian dalam Benteng
Di salah satu ruang di museum Fürstenbau, diperlihatkan dua maket besar yang menunjukkan kota Wurzburg sebelum dan setelah perang dunia II. Dari maket-maket tersebut terlihat betapa parahnya akibat perang yang diderita oleh kota Wurzburg. Hampir semua bangunan besar hancur, kecuali beberapa gereja. Residenz Wurzburg rusak berat, demikian juga istana Merienberg walau tidak separah istana Wurzburg. Hebatnya hanya dalam beberapa tahun, sebagian besar dari istana ini sudah direnovasi dan dapat dibuka untuk umum.
Selain kedua museum ini, pengunjung juga dapat mengunjungi sumur sedalam 104 meter yang dibangun pada tahun 1200.  
Sumur yang ditutup dengan kawat baja ini begitu dalamnya, sehingga bila kita melempar uang koin ke dalamnya, nyaris tak terdengar ketika koin itu menyentuh dasar sumur. Ditengah benteng juga terdapat menara tinggi didekat kapel berkubah biru. Dari jendela di menara pengunjung dapat menikmati pemandangan benteng tua Marienburg dan kota Wurzburg.
Menara dan sumur di dalamnya
Sayangnya kami mengunjungi kota Wurzburg dalam satu hari saja, karena keesokan harinya sudah harus mengunjungi kota tua lainnya, yaitu Rothenburg ob de tauber. Kami sempat berjalan jalan di area pertokoan di seberang Alte Mainbrucke yang menarik. Kami ingat, roti dan kue yang dijual di bakery dengan aneka topping dan isi. Ternyata roti dan kue ini tidak hanya menarik mata tapi juga terasa lezat.  Dengan berbekal roti dan kue kami duduk santai menikmati makan siang di Alte Mainbrucke yang dilengkapi dengan kursi-kursi. Pengunjung kota ini tidak usah khawatir untuk mengisi perutnya. Restoran banyak ditemui dimana-mana, selain bakery atau turkse pizza alias pizzanya orang Turki. Kursi taman banyak disediakan sehingga bagi mereka yang tidak senang makan dalam ruangan di hari yang cerah, makan siang dapat dinikmati sambil memandang bukit Marienburg atau sungai Main.  Tidak salah kalau Wurzburg menjadi kota yang patut dikunjungi di rute Romantic Road

Website yang berisi informasi tentang: 

Wednesday, April 4, 2012

Perjalanan ke Normandia (Bagian 3): Honfleur dan Lille

Jalan-jalan di Honfleur

Kota berikutnya yang kami datangi hari ini adalah Honfleur. Hari sudah mulai gelap karena mendung sewaktu memasuki Honfleur setelah berkendaraan sekitar 20 menit dari kota Deauville. Honfleur adalah kota pelabuhan tua yang pertama kali dibangun oleh bangsa Vikings. Sekitar tahun 1681 kota pelabuhan ini diperluas atas perintah Colbert yang menjabat sebagai menteri keuangan pada masa kekuasaan raja Louis XIV pada tahun 1665-1683.
Vieux Bassins (old harbor) of Honfleur
 Setelah check in di hotel, kami berjalan-jalan ke bagian kota tuanya yang terkenal, yaitu the Vieux Bassin atau the old harbour of Honfleur. Pelabuhan tua Honfleur in berbentuk seperti huruf U.

Di sepanjang sisi pelabuhan ini berdiri sederetan bangunan tua dengan ciri yang berbeda. Di sisi sebelah selatan adalah rumah batu besar dan di sebelah utara adalah sederetan rumah kayu yang tinggi dan sempit. Sebuah bangunan batu tua dari abad ke-18 yang dikenal sebagai “La Lieutenance” menandai pintu masuk ke pelabuhan tua ini. Disebut sebagai “La Lieutenance” karena gedung yang pernah menjadi kediaman Gubernur Honfleur ini adalah kediaman seorang Letnan kerajaan sampai tahun 1789.

Dibawah naungan payung karena hujan yang cukup deras, kami berjalan ke melintas pelabuhan tua ini. Deretan rumah cantik di pelabuhan ini sekarang berfungsi sebagai restauran, toko dan galeri.
Di antara cafe dan restauran
 Karena banyaknya pengunjung ke daerah ini, hampir semua restauran meluaskan area makannya sampai ke jalan-jalan dan ke tepi pelabuhan. Meja-meja makan yang tertata dengan cantik dibawah tenda telah penuh ditempati pengunjung.
Walau sudah menikmati makan malam di hotel, karena udara yang cukup dingin kami tertarik untuk menikmati hidangan khas honfleur yaitu moules atau kerang.
Di depan restaurant kerang (moules)

Di restauran yang terletak di salah satu  ujung deretan bangunan tua ini kami menikmati moules mariniere alias kerang rebus yang dilengkapi semangkok kentang goreng. Untung tidak lama kemudian hujan pun berhenti, sehingga sempat mengambil foto-foto di tempat yang menarik ini.  
Senja di Old Harbour of Honfleur 
 Pemandangan senja di pelabuhan tua sehabis turun hujan tampak semarak karena pantulan sinar lampu restauran pada permukaan air.
Di halaman bangunan “La Lieutenance” di pintu gerbang pelabuhan sebuah komedi putar tua yang terang benderang dengan lampunya menarik hati anak-anak untuk mencobanya.

Karosel dan pemandangan ke arah old harbour
 Ketika langit sudah mulai menggelap kami segera beranjak meninggalkan lokasi ini dan kembali ke hotel untuk beristirahat.
 
Jalan-jalan di Lille

Pada hari terakhir perjalanan kami menempuh jarak sekitar 550 km dari Honfleur ke Delft. Begitu meninggalkan kota Honfleur, mobil segera melewati jembatan Normandi yang melintas sungai Seine dan menghubungkan Honfleur dengan kota Le Havre.
Bridge of Normandy, antara Honfleur dan Le Havre
Jembatan kabel statis (bukan jembatan gantung) dengan panjang total sekitar 2 km ini memiliki jarak antar dua tiang sejauh 856 m. Jembatan ini pernah menjadi jembatan kabel statis terpanjang di dunia sampai terkalahkan oleh jembatan Rio-Antirrio yang berada di Yunani pada tahun 2004.

Sekitar jam 12 siang kami memasuki kota Lille yang merupakan kota terbesar keempat di Perancis dan berada dekat perbatasan dengan Belgia. Menurut catatan sejarah, Lille ini pertama kali muncul sekitar abad pertengahan. Kota ini dibangun oleh Baldwin V, count of Flanders. Pembangunan kota Lille dikaitkan dengan pembangunan gereja Saint Peter antara tahun 1055-1065. Pada tahun 1667, raja Perancis Louis XIV menguasai seluruh daerah ini dan menggabungkannya ke wilayah kerajaan Perancis.
Bagian tua dari kota kelahiran Charles de Gaulle ini dipenuhi bangunan tua dengan arsitektur gabungan gaya flemish dan klasik, jalan batu sempit diantara cafe dan restaurant dengan interior yang menarik.
Jalan di antara gedung-gedung tua di Lille
Suasana di Grand Place
Tujuan turis utama di tengah kota Lille adalah Grand Place (Place General de Gaulle) yang merupakan daerah terbuka tempat pejalan kaki yang ditengarai oleh monumen dengan patung dewi diatasnya. Konon, monumen dewi ini untuk memperingati kemenangan atas pengepungan tentara Austria ke Lille di tahun 1792.

Lapangan terbuka ini di kelilingi deretan gedung tua dengan arsitektur yang menarik yang sebagian besar dibangun pada pertengahan abad ke tujuhbelas. Bangunan terkenalnya adalah the Grand Garde yang menjadi Theatre du Nord, dan Vieille Bourse yang menjadi gedung stock exchange lama. 


Vieille Bourse di Grand Place, gedung stock exchange lama

 Beauregard row, Place du Theatre



Tidak jauh dari Grand Place ini terdapat lapangan terbuka lainnya yaitu Place du Theatre dengan Opera House, gedung Chamber of Commerce dan Beauregard row di seberangnya.

Udara cerah di musim panas mengundang orang untuk berjalan-jalan di sekitar Grand Place ini atau menikmati makan siang di plaza yang dikelilingi banyak restauran dan café. Setelah mengisi perut dengan sandwich ayam yang lezat, kami lanjutkan perjalanan ke Delft. Tidak terasa sudah seharian kami berjalan dari kota Honfleur sampai kembali ke Delft yang ditempuh sekitar 567 km.
Dari Honfleur di Perancis ke Delft di Belanda